Nada Untuk Asa: Berani Untuk Hidup

21cineplex.com

Judul film: Nada Untuk Asa

Sutradara: Charles Gozali

Genre: Drama

Release date: 5 Februari 2015

Theater: XXI, Blitzmegaplex dan Cinemaxx

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia dan sampai saat ini belum ditemukan obat yang menyembuhkannya secara permanen. Oleh karena itu penyakit ini sungguh sangat berbahaya dan mematikan. UNAIDS (joint programme persatuan bangsa-bangsa untuk penyakit HIV/AIDS) menyatakan kalau Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang penyebaran epidemi penyakit HIV/AIDS-nya sangat tinggi. Berdasarkan data UNAIDS, pada tahun 2010 sebanyak 5 juta penduduk Indonesia menderita penyakit mematikan ini dan gawatnya, hanya 5-10 persen penderita penyakit HIV/AIDS di Indonesia yang benar-benar memeriksakan penyakitnya dan kemudian berusaha menjalani perawatan untuk penyembuhan.

Berangkat dari isu penyakit HIV/AIDS yang sangat mematikan di Indonesia ini, beberapa film Indonesia dibuat dengan tema tentang penyakit mematikan tersebut. Kisah tentang para penderita penyakit HIV/AIDS itu seperti Mika (2013) dan Cinta dari Wamena (2013). Setelah dua film tersebut, pada awal tahun 2015, dibuatlah film yang berjudul Nada untuk Asa yang digarap oleh Charles Gozali yang menggunakan tema yang sama seperti dua film di atas.

Well, sejujurnya saya sendiri sudah bosan dan muak dengan film-film Indonesia yang menggunakan penyakit sebagai tema ceritanya tapi Nada Untuk Asa menawarkan hal yang sangat baru bagi saya. Seperti apa hal baru tersebut?

Cerita

Cerita bermula ketika Nada (Marsha Timothy) kehilangan suaminya (Irgy Fahrezy) yang meninggal karena sakit HIV/AIDS. Nada kemudian shock ketika mengetahui dirinya juga tertular penyakit mematikan ini. Nada yang sedih kemudian menemui Ayah (Mathias Muchus) dan Kakak perempuannya (Inong Nidya Ayu) namun sayangnya, mereka memilih untuk menjauh dari Nada. Sejak saat itu, hidup Nada berantakan dan tekanan batin yang tinggi karena orang-orang yang ia sayangi menjauh dari dirinya karena ketakutan akan tertular penyakit HIV/AIDS.

Nada memiliki Asa (Acha Septriasa), anaknya yang juga tertular HIV/AIDS. Asa adalah orang yang berprestasi di kantornya, hingga akhirnya kantornya memecat dirinya karena mengidap HIV/AIDS. Pemecatan itu tidak membuat Asa hilang harapan dan depresi karena pribadi Asa yang selalu positif menghadapi hidup. Kehidupan Asa berubah ketika Wisnu (Darius Sinathrya) datang ke hidupnya. Wisnu memberikan cinta dan harapan kepada Asa yang selama ini tidak ia dapatkan dari orang-orang selain keluarganya karena penyakit HIV/AIDS yang Asa derita.

Opini

Akting seluruh pemeran di Nada Untuk Asa cukup bagus dan pas bahkan untuk peran-peran pendukung seperti Donny Damara yang menjadi dokter Arya, Butet Kertaradjasa dan Tri Yudiman-keduanya sebagai mertua Nada, Nadila Ernesta sebagai Gita dan Inong Nidya Ayu sebagai kakak Nada, semuanya berperan cukup apik dan menawan, juga kepada Acha Septriasa dan Darius Sinathrya yang sukses memainkan perannya. Nada Untuk Asa memiliki Assemble Cast yang bagus-bagus dan tidak hanya sekedar tampil tapi juga mengisi karakternya dengan baik. Jangan lupakan juga ada Wulan Guritno yang tampil sebentar tapi cukup menyebalkan karena akting dari karakter yang ia bawakan.

*tepok tangan*. Luar biasa dan sangat mengesankan ketika melihat akting Marsha Timothy di Nada Untuk Asa. Karakter Nada yang penuh kesedihan karena menjadi penderita HIV/AIDS sukses Timothy mainkan. Saya bisa merasakan kesedihan, kehilangan, rasa depresi yang Nada rasakan berkat akting gemilang Timothy di Nada Untuk Asa. Timothy seperti mengeluarkan seluruh kemampuan aktingnya di film ini. Bagian -bagian emosional dibawakan dengan sangat bagus oleh Timothy seperti bagian ketika ia marah karena anak-anaknya dijemput oleh kakak perempuannya karena ingin melindungi anak-anaknya dari penyakit HIV/AIDS yang Nada derita. Bagian favorit saya di film Nada Untuk Asa adalah ketika Nada bertemu dengan kakak dan ayahnya namun kemudian keduanya malah memilih untuk menjauh darinya. Ada adegan pelukan Nada dan ayahnya yang menyejukan tapi seketika dihempaskan sang ayah karena ayahnya masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi dan kemudian Nada berkata “jangan hukum Nada, pak” sambil kemudian Nada duduk sambil menangisi ketidakberdayaannya karena orang-orang yang ia sayangi meninggalkan dirinya. Pada bagian favorit inilah saya merasakan bagaimana kuatnya dan menjiwainya Timothy di Nada Untuk Asa.

muvilla.com

Penggambaran konflik antar Karakter di Nada untuk Asa terasa sangat pas seperti yang terjadi pada keluarga Nada yang menampik Nada karena penyakit HIV/AIDS, bagian favorit saya di sini adalah ketika terjadinya konflik batin atau mungkin moral dilemma yang dihadapi oleh ayah Nada dimana Nada adalah anak kesayangan dan selalu dibanggakan olehnya daripada kakaknya namun justru dianggap mencoreng nama baik keluarga karena HIV/AIDS, meskipun begitu ada bisikan dari hati kecil seorang ayah untuk selalu mencintai anaknya dalam keadaan apapun. Moral dilemma antara Nada dan ayahnya-lah yang terasa begitu sangat emosional di Nada Untuk Asa seperti bagian Nada yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada Ayahnya dengan membawa Asa bersamanya. Nada tidak berhenti untuk mencintai ayahnya meskipun ayahnya sendiri sudah menampik dirinya.

Alur cerita Nada Untuk Asa adalah maju mundur dimana menceritakan kehidupan Nada setelah terkena HIV/AIDS sebagai masa lalu (alur mundur) dan Kehidupan Asa menjalani kehidupannya hingga bertemu dengan Wisnu sebagai masa saat ini (alur maju). Saya suka bagaimana Nada Untuk Asa menyelipkan humor-humor di dalamnya, ini membuat mood penonton tidak selalu menjadi sedih akibat cerita Nada Untuk Asa yang kelam. Humor-humor tersebut dimainkan dengan sukses misalkan ketika ada seseorang yang berusaha mengajak kenalan Asa di kafe. Nada Untuk Asa memiliki hal menarik yaitu kehadiran tokoh yang diperankan oleh Wulan Guritno sebagai twist yang cukup mengejutkan di akhir filmnya.

trailer youtube.com

Satu hal yang membuat saya salut pada Nada Untuk Asa adalah film ini melakukan riset yang bagus pada masalah penyakit HIV/AIDS. Berkat film ini saya menjadi tahu kalau HIV itu memiliki stadium hingga pada akhirnya bisa dikatakan HIV/AIDS dan penyakit apapun menjadi sangat agresif kepada para penderita HIV/AIDS seperti yang terjadi pada suami Nada yang meninggal setelah sebelumnya divonis kanker paru-paru. Saya sebenarnya malas menonton film Indonesia karena suka asal-asalan dalam memainkan penyakit sebagai isu dan tema di dalam filmnya. Seperti contohnya Heart (2006) yang ketika menontonnya, saya sudah merasakan ketidakberesan dalam riset penyakit dalam pembuatan filmnya seperti ketika; begitu mudah dan cepatnya melakukan transfer jantung dari satu manusia ke manusia lainnya. Padahal hal ini (transfer jantung) membutuhkan fase yang sangat lama. Namun ketidakdalaman riset penyakit yang sering dialami film Indonesia ini sukses diatasi oleh Nada Untuk Asa, bahkan film inimemberikan edukasi tentang HIV/AIDS kepada penonton secara benar.

Nada Untuk Asa adalah film yang penuh dengan nilai moral tapi tidak dilakukannya dengan banyak ceramah-ceramah dialog antar karakternya melainkan dengan menunjukan sisi emosional tiap karakter dan jalan ceritanya. Berkat Nada Untuk Asa, penonton bisa mengetahui bahwa masih banyak diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS seperti yang terjadi pada Asa yang dipecat dari pekerjaan karena ia menderita HIV/AIDS, Pembeli kue ASA yang menolak membeli kuenya karena yang membuat adalah seorang pengidap HIV/AIDS, bahkan sayapun menjadi miris karena sedikitnya pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga membuat penderitanya dijauhi oleh lingkungan sekitarnya, seperti yang terjadi pada kakak Nada yang menjauh ketika Nada ingin mendekat padanya padahal HIV/AIDS tidak menular melalui sentuhan fisik. Hal-hal diskriminasi dan minimnya pengetahuan tentang HIV/AIDS inilah yang diceritakan dan digambarkan dengan sangat baik di Nada Untuk Asa.

Wowkeren.com

Nada Untuk Asa tidak sepenuhnya dipenuhi dengan kesedihan para penderita HIV/AIDS menjalani kehidupannya melalui kisah Nada dan Asa, tapi juga mengajarkan kepada penontonnya bagaimana seharusnya kita bersikap kepada penderita HIV/AIDS. Apabila kita mau dan ingin mengetahui tentang HIV/AIDS serta menjadi lebih teredukasi maka yang harus diperangi adalah penyakitnya bukan penderitanya. Di situlah point utama film Nada Untuk Asa. Bagaimana kita seharusnya bersikap adalah seperti yang dilakukan oleh keluarga bobby yang menerima keadaan Nada dan Asa serta cinta tulus Wisnu kepada Asa. Meskipun kadang realitas yang terjadi adalah seperti yang dilakukan oleh keluarga Nada yang menampiknya dan yang dilakukan perusahaan Asa ketika memecat Asa meskipun Asa berprestasi di kantornya. Point positif inilah yang harus diambil oleh penonton Nada Untuk Asa.

Tidak hanya mengajak penonton untuk selalu bersikap positif kepada penderita HIV/AIDS, tapi juga kepada para penderita HIV/AIDS agar selalu bersemangat dan tidak pernah menyerah seperti yang dilakukan Nada yang tidak berhenti untuk terus hidup dan membesarkan anak-anaknya, juga pada karakter Asa yang begitu gembira dan positif dalam menjalani hidup meskipun ia menderita penyakit mematikan.

Hal bagus lainnya di Nada Untuk Asa adalah bagaimana musik yang dimainkan oleh Pongki Barata sangat bagus mengisi filmnya dan terdengar sangat catchy di telinga. Score di filmnya pun sukses menangkap moment dari setiap adegan di film Nada Untuk Asa ini, baik seperti ketika ada moment sedih maupun ketika ada konflik antar karakternya.

Kesimpulan

Sudah lama rasanya saya tidak menonton film Indonesia yang sangat ambisius dan digarap tidak asal-asal seperti Nada Untuk Asa lakukan. Semuanya terasa sangat bagus baik dari akting aktor-aktornya, alur ceritanya, konflik antar karakter-karakternya, pesan yang disampaikan hingga musik yang dimainkan di film ini, juga jangan lupakan riset yang bagus tentang penyakit HIV/AIDS.

Sejujurnya saya adalah seorang pemilih dalam menonton film, terutama film Indonesia karena buruknya kualitas penggarapan filmnya. Seperti judul filmnya yang ada kata Asa yang berarti harapan, akhirnya Nada Untuk Asa membuat saya kembali bergairah dengan film Indonesia serta memiliki mood positif ketika ingin menonton film Indonesia di masa depan.karena akhirnya ada yang bagus dan saya sukai. Harapan saya terpenuhi melalui film Nada Untuk Asa ini.

Nada Untuk Asa cocok ditonton oleh semua orang yang ingin menikmati sebuah film Indonesia yang digarap cukup serius dan bagus. Juga film ini harus ditonton karena penuh dengan nilai moral bagaimana seharusnya kita bersikap kepada penderita HIV/AIDS, juga kepada para penderita HIV/AIDS agar tidak menyerah.

Semoga Nada Untuk Asa berhasil membuka mata penontonnya bahwa yang harusnya dilawan adalah penyakitnya bukan penderita HIV/AIDS-nya dan menghilangkan diskriminasi kepada para penderita HIV/AIDS, bagaimanapun juga mereka tetaplah seorang manusia apapun penyakitnya jangan pernah menghilangkan nilai kemanusiaan yang kita miliki.

Harga tiket 50 ribu rupiah yang dibeli *harga weekend juga gaaannn* terasa sangat murah kalau melihat kualitas dari Nada Untuk Asa. btw, tumben juga ada film yang tidak hadir bersamaan dengan event yang cukup populer di masyarakat yaitu 1 Desember sebagai hari HIV/AIDS sedunia, mungkin seharusnya Nada Untuk Asa tayang pada saat itu agar moment yang ditangkapnya lebih pas dan sesuai dengan tema film Nada Untuk Asa yang bercerita tentang HIV/AIDS.

Score: 8 of 10

PS: ada anak kecil yang sukses merusak mood menonton saya ketika menonton film ini. Anak kecil itu berisik pada adegan Marsha Timothy yang saat itu berhasil membuat saya terharu. Anak kecil itu pake teriak “mah, kok itu nangis” jadilah semua penonton tertawa. Ngok parah.. HIH!

2 thoughts on “Nada Untuk Asa: Berani Untuk Hidup”

Leave a comment